Sunday 29 December 2013

Pengomposan dan Pengolahan Limbah Pertanian





TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH TSL 648 TEKNOLOGI PENGOMPOSAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN

LIMBAH INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT, KAKAO, TEBU DAN KOPI


Macintosh HD:Users:MacPro:Documents:kuliah BTL semester1:teknologi pupuk hayati:logo-ipb.png
Macintosh HD:Users:MacPro:Documents:kuliah BTL semester1:teknologi pupuk hayati:logo-ipb.png



DISUSUN OLEH
RURY KURNIAWAN / A154120021
TITIK TRI WAHYUNI / A154120051





MAYOR BIOTEKNOLOGI TANAH DAN LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2013


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Limbah Industri Perkebunan Kelapa Sawit, Kopi, Kakao dan Tebu” ini.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mengikuti Mata Kuliah Teknologi Pengomposan dan Pengolahan Limbah Pertanian (TSL 648), dalam makalah ini dibahas dan diuraikan tentang potensi, karakteristik dan pemanfaatan limbah indrustri perkebunan khususnya yang dilakukan di Indonesia dan dengan makalah ini diharapkan dapat saling bertukar pikiran antara satu pengalaman dengan pengalaman yang lain untuk dapat saling melengkapi. Meskipun kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini sangat jauh dari kesempurnaan namun usaha untuk mempelajari dan sedikit gambaran tentang potensi limbah industri perkebunan khususnya Kelapa Sawit, Kakao, Kopi dan Tebu dicoba dibahas dalam tulisan ini. Penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, dan kami selaku penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kelengkapan dan menyempurnakannya.
Akhirnya hanya kepada Allah kami mohon hidayah dan taufik-Nya agar selalu dalam lindungan-Nya dan semoga informasi yang termuat dalam makalan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.


Bogor,      Mei 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v
I.     PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1.  Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2.  Tujuan ........................................................................................................ 3
1.3.  Rumusan Masalah................................................................................ ....... 3
II.  PEMBAHASAN............................................................................................... 4
2.1.  Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan............................. 4
2.1.1. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kelapa Sawit.......... 5
2.1.2. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kopi...................... 10
2.1.3. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Tebu...................... 11
2.1.4. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kakao................... 14
2.2.  Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan sebagai Pupuk Organik.......... 15
2.2.1. Limbah Padat.................................................................................. 17
2.2.2. Limbah Cair..................................................................................... 18
2.3.  Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan Lainnya.................................. 19
2.3.1. Pakan Ternak................................................................................... 19
2.3.2. Arang Aktif..................................................................................... 21
2.3.3. Papan Partikel.................................................................................. 21
2.3.4. Pulp.................................................................................................. 22
2.3.5. Bahan Pembuat Nata....................................................................... 22
2.3.6. Bahan Bakar Alternatif................................................................... 24
2.3.7. Polymer Superabsorben................................................................... 25
2.3.8. Pengendali Pencemaran................................................................... 25
III.PENUTUP...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 27





DAFTAR TABEL

1.  Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012       4
2.  Produksi beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012. ....... 4
3.  Rata-rata jenis dan potensi limbah kelapa sawit Indonesia  ............................. 7
4.  Kandungan hara limbah kelapa sawit................................................................ 8
5.  Kandungan hara abu hasil pembakaran tandan kosong, serat dan
     cangkang kelapa sawit....................................................................................... 9
6.  Kualitas limbah cair (inlet) pabrik kelapa sawit................................................. 9
7.  Kisaran komponen kimia limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) sebelum
.... dan setelah penanganan. ................................................................................. 10
8.  Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kopi Perkebunan Besar
     Indonesia berdasarkan jumlah produksi biji pertahun (tahun 2012)................ 11
9.  Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah tebu Indonesia berdasarkan
     jumlah produksi gula tebu pertahun (tahun 2012)........................................... 12
10.Komposisi unsur yang terkandung pada blotong dan abu ketel limbah
      pengolahan tebu.............................................................................................. 13
11.Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kakao Perkebunan Besar
      Indonesia berdasarkan jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012).............. 14






DAFTAR GAMBAR

1. Material balance proses pengolahan minyak kelapa sawit.................................. 6
2. Fraksionasi hasil pengolahan tandan buah segar kelapa sawit............................ 8
3. Proses Pembuatan Nata De Cacao.................................................................... 23





BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk plasma nutfah yang melimpah. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lama diusahakan sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat. Potensi ketersediaan lahan Indonesia cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian.
Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang menjadi salah satu faktor  yang mendukung kegiatan perekonomian di Indonesia. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, bahwa penyelenggaraan perkebunan di Indonesia didasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan, sehingga tujuan penyelenggaraannya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Agar hasil produksi perkebunan dapat menghasilkan barang yang bernilai lebih tinggi maka dilakukan proses pengolahan yang disebut dengan industri. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya. Setiap proses produksi suatu industri akan menghasilkan limbah, dimana satu sama lain jenis dan karakteristik limbah dari masing-masing industri berbeda satu sama lain. Hal ini sangat tergantung pada input, proses serta output yang dihasilkan dalam suatu industri.
Perkembangan industri yang pesat untuk menghasilkan produk ternyata tidak selalu dibarengi dengan upaya untuk menekan jumlah, jenis dan tingkat bahaya limbah yang dihasilkan. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan pencemaran lingkungan dan berdampak pada penurunan kesehatan manusia, hilangnya habitat alami, tercemarnya sumber-sumber air serta mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi yang cukup besar. Demikian juga dalam industri tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, tebu dan kopi, limbah industri perkebunan ini kebanyakan menghasilkan limbah cair, padat dan gas (emisi). Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif yang timbul dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi limbah tersebut, maka limbah-limbah harus dikelola dengan baik. Pengelolaan limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam bentuk lain yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk organik bagi tanaman, sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai papan partikel, sebagai biofuel, bahkan masih banyak bentuk pemanfaatan lainnya dari limbah-limbah ini, sehingga pada akhirnya tercapai suatu tujuan mulia dengan konsep zero waste (zero emision).


1.2.   Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami potensi, karakteristik, pemanfaatan limbah industri perkebunan sebagai bahan baku untuk pupuk organik dan pemanfaatan lainnya.

1.3.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a.    Bagaimana potensi dan karakteristik limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi ?
b.   Bagaimana pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi sebagai pupuk organik?
c.    Bagaimana penggunaan dari limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi untuk saat ini ?



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari luas areal maupun produksi. Menurut Dirjen Perkebunan RI tahun 2013, luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia pada tahun 2012 meliputi kelapa sawit  seluas 9.074.621 ha, kopi 1.233.982 ha, tebu 461.082 ha dan kakao 1.709.050 ha. Sejalan dengan pertumbuhan luas areal, produksi perkebunan juga meningkat dengan konsisten. Produksi kelapa sawit  tahun 2012 adalah sebesar 23.521.071 ton/tahun, kopi 657.138 ton/tahun, tebu 2.438.198 ton/ha dan kakao 833.310 ton/ha (Dirjen Perkebunan RI, 2013). Tabel 1 dan 2 menunjukan luas areal dan produksi tanaman perkebunan di Indonesia.
Tabel 1. Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012*
Tahun
Kelapa Sawit
Kopi
Tebu
Kakao
2008
7.363.847
1.295.111
436.505
1.425.217
2009
8.248.328
1.266.235
441.440
1.587.136
2010
8.385.394
1.210.365
454.111
1.650.621
2011
8.992.824
1.233.968
451.788
1.677.254
2012*)
9.074.621
1.233.932
461.082
1.709.050
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *)  Angka Sementara.

Tabel 2. Produksi beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012*
Tahun
Kelapa Sawit
Kopi
Tebu
Kakao
2008
17.539.788
698.016
2.688.428
803.595
2009
19.324.294
682.591
2.517.374
820.496
2010
21.958.120
686.921
2.290.116
837.918
2011
23.096.541
638.647
2.267.887
712.231
2012*)
23.521.071
657.138
2.438.198
833.310
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *) Angka Sementara.
Komoditi perkebunan tersebut selain menghasilkan produk utama juga menghasilkan limbah/hasil ikutan/pendamping. Limbah diartikan sebagai suatu substansi yang didapatkan selama pembuatan sesuatu (by-product), barang sisa (residue) atau sesuatu yang tidak berguna dan harus dibuang (waste). Selain itu limbah dapat pula diartikan sebagai hasil samping dari suatu kegiatan atau aktivitas (Murni, et al,. 2008). Limbah yang dihasilkan dapat bersifat padat dan bersifat cair. Apabila kedua limbah ini tidak ditangani dengan baik maka akan mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Pengelolaan yang tepat akan memberi manfaat yang cukup besar. Limbah yang bersifat padat umumnya sulit terdekomposisi karena kandungan minyak dan ligninnya tinggi, sehingga diperlukan upaya yang tepat untuk pengelolaan dan pengolahan limbah ini.  Sedangkan limbah cair mengandung BOD dan COD serta minyak yang tinggi.
Analisis mengenai komponen organik atau karakteristik limbah membantu menentukan proses daur ulang (recycle) sebagai bahan baku pupuk organik, pakan ternak, papan partikel, arang aktif maupun pemanfaatan lainnya. Limbah-limbah hasil pengolahan industri perkebunan memiliki karakteristik yang baik dimana masih mengandung unsur hara yang esensial bagi tanaman baik unsur hara makro maupun mikro yang apabila dijadikan pupuk organik dan diberikan pada tanah akan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain sebagai pupuk organik, limbah-limbah ini dapat juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan manfaat lainnya. Begitu juga dengan limbah cair dapat juga digunakan untuk memupuk tanaman karena mengandung unsur hara yang relatif tinggi pula, disamping itu bisa juga digunakan untuk biogas, pembangkit tenaga listrik dan keperluan lainnya.
2.1.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman komoditas sub sektor perkebunan yang memberikan andil besar bagi pemasukan devisa negara di luar sektor minyak bumi dan gas. Upaya peningkatan produksi minyak kelapa sawit memiliki prospek yang cerah pada masa yang akan datang, karena kegunaan minyak sawit yang beragam baik sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non pangan. Seiring dengan perkembangan areal lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang meningkat dengan pesat, maka jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) juga akan bertambah secara nyata. Sebagai konsekuensi akibat bertambahnya unit pengolahan PKS maka akan meningkatkan limbah juga.


Pengolahan kelapa sawit menghasilkan sisa limbah yang sangat banyak, baik berupa limbah padat maupun limbah cair yang masih menyimpan elemen yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Secara garis besar material balance proses pengolahan kelapa sawit sebagai berikut:

Gambar 1. Material balance proses pengolahan minyak kelapa sawit
(Dirjen PPHP, Deptan, 2006)

Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang, serat dan lain-lain. Sedangkan limbah cair terjadi pada in house keeping. Limbah-limbah tersebut dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tidak sedikit. Adapun potensi tersebut ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jenis dan potensi limbah kelapa sawit Indonesia 
Jenis
Potensi (%)*)
Jumlah
(ton/tahun)
Manfaat
Tandan buah segar (TBS)
100
23.521.071**)

Minyak sawit
25.5
5.997,873.105

Tandan kosong
23.0
5.409.846,33
Pupuk organik, pulp kertas, papan partikel, energy
Wet decanter solid
4.0
940.842,84
Pupuk organik, makanan ternak
Cangkang
6.5
1.528.869,61
Arang, karbon aktif, papan partikel
Serabut (fiber)
13.0
3.057.739.23
Energi, pulp kertas, papan, partikel
Limbah cair
50.0
11.760.535,5
Pupuk, air irigasi
Sumber: *)Dirjen PPHP Deptan 2006
    **)Dirjen Perkebunan RI 2013

Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Oleh karenanya dalam pengelolaan limbah perlu diketahui karakteristik limbah tersebut. Limbah padat tandan kosong (TKS) merupakan limbah padat yang jumlahnya cukup besar yaitu 5.409.846,33 ton/tahun, namun pemanfaatannya masih terbatas. Limbah tersebut selama ini dibakar dan sebagian ditebarkan dilapangan sebagai mulsa. Persentase TKS terhadap TBS sekitar 20% dan setiap ton TKS mengandung unsur hara N, P, K dan Mg berturut-turut setara dengan 3 kg urea; 0,6 kg CIRP; 12 kg MOP; dan 2 kg kieserit. TKS merupakan bahan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa 41,3– 46,%, hemicellulosa 25,3 – 33,8% danlignin 27,6 – 32,5%. (Sudiyani, et.al 2010).
Gambar 2. Fraksionasi hasil pengolahan tandan buah segar kelapa sawit
(Dirjen PPHP, Deptan, 2006)

Selain TKS, limbah padat kelapa sawit yang lain juga memilki kandungan hara yang tinggi sebagai mana disajikan pada Tabel 4. Dari hasil perhitungan untuk setiap hektar tanaman tersebut maka memberikan gambaran dan informasi untuk menentukan kelayakan daur ulang limbah sawit sebagai pupuk bagi tanaman.
Tabel 4. Kandungan hara limbah kelapa sawit
Limbah kelapa sawit dari peremajaan dan bobot kering /ha tanaman
Bobot dalam kg/ha tanaman
N
P
K
Mg
Ca
Batang pohon
0,488
0.047
0,699
0,117
0,194
Pelepah
2,38
0,157
1,116
0,287
0,586
Daun
0,373
0,066
0,873
0,161
0,295
Tandan Kosong
0,350
0,028
2,285
0,175
0,149
Serat Buah
0,320
0,080
0,470
0,020
0,110
Cangkang
0,330
0,010
0,090
0,020
0,020
Sumber : Dirjen PPHP, Deptan, 2006

            Hasil pembakaran tandan kosong, serat dan cangkang kelapa sawit juga menyumbangkan hara yang cukup tinggi terutama kalium (K), kalsium (Ca) dan fosfat (P). Kandungan ketiga unsur tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan hara abu hasil pembakaran tandan kosong, serat dan cangkang kelapa sawit
Abu hasil pembakaran
Kandungan hara (%)
P
K
Ca
Tandan kosong
1,25-2,18
24,9-33,2
5,4
Serat dan cangkang
1,74-2,61
16,6-24,9
7,1
Sumber : Dirjen PPHP, Deptan, 2006

            Limbah cair yang dihasilkan dari seluruh proses produksi minyak kelapa sawit diperkirakan maksimal 60% dari seluruh tandan buah segar yang diolah. Berdasarkan hasil penelitian tarhadap beberapa PKS oleh Bank Dunia diketahui bahwa kualitas limbah cair yang dihasilkan berpotensi mencemari badan air penerima limbah. Kualitas limbah cair (inlet) Pabrik Kelapa Sawit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kualitas limbah cair (inlet) Pabrik Kelapa Sawit
No.
Parameter Lingkungan
Satuan
Limbah Cair
Baku Mutu MENLH
Kisaran
Rata-rata
1.
BOD
mg/liter
8.200-35.000
21.280
250
2.
COD
mg/liter
15.103-65.100
34.720
500
3.
TSS
mg/liter
1.330-50.700
31.170
300
4.
Nitrogen total
mg/liter
12-126
41
20
Sumber : Dirjen PPHP, Deptan, 2006

Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Limbah cair dari hasil pengelohan  industri kelapa sawit masih mengandung unsur hara yang relatif  tinggi dan disertai dengan biologi oksigen demand (BOD) yang tinggi. Untuk memanfaatkan limbah cair ini perlu dilakukan perlakuan di dalam kolom-kolam Instansi Pengelolaan Limbah (IPAL) terlebih dahulu, supaya kualitas limbah cair meningkat. Karkteristik limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit disajikan pada Tabel 7.
 
Tabel 7. Kisaran komponen kimia limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) sebelum dan setelah penanganan.
Uraian
WPH (hari)
BOD (mg/l)
P
(mg/l)
N
(mg/l)
K
(mg/l)
Mg (mg/l)
Limbah (fat-pit)
-
25.000
500-900
90-140
1.000-1.975
250-340
Kolam pengasaman
5
25.000
500-900
90-140
1.000-1.975
250-340
Kolam anaerob primer
75
3.500-5.000
675
90-110
1000-1850
250-320
Kolam anaerob sekunder
35
2.000-3.500
450
62-85
875-1.250
160-215
Kolam aerobic
15-21
100-200
80
5-15
4200-670
25-55
Kolam pengendapan
2
100-150
40 -70
3-15
330-650
17-40
Sumber : Paimin, Siahaan, dan Tobing (1996) Cit Dirjen PPHP, Deptan, 2006).

Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama  N dan K, bahan organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit   mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6-0,7 ton limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter. Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan 215 mg/l.  Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah) ke areal tanam (Dirjen Perkebunan, 2008).

2.1.2. Potensi dan Karakteristik Industri Kopi
Menurut Londra (2002) hasil pengolahan kopi akan menyisakan limbah, yaitu kulit buah dan kulit biji. Limbah kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah pada pengolahan kopi merah (masak) dan limbah pengolahan kopi hijau (mentah). Pengolahan kopi merah diawali dengan pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar.  Proses ini akan menghasilkan 65 persen biji kopi dan 35 persen limbah kulit kopi. Berdasarkan  data statistik produksi Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi kopi mencapai 657.138 ton/tahun, adapun limbah yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kopi Perkebunan Besar Indonesia berdasarkan jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012).
Jenis
Estimasi potensi (%)*)
Jumlah (ton/tahun)**)
Buah basah
100
657.138
Biji
52
341.711,76
Kulit buah
42
278.997,96
Kulit biji
6
39.428,28
*) Londra, M dan Andri K. B, 2002.
**)Dirjen Perkebunan RI 2013

Pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat berupa kulit buah pada proses pengupasan buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat penggerbusan (hulling). Limbah padat kulit buah kopi (pulp) belum dimanfaatkan secara optimal, umumnya ditumpuk di sekitar lokasi pengolahan selama beberapa bulan, sehingga timbulnya bau busuk dan cairan yang mencemari lingkungan. Limbah kulit buah kopi memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg (Dirjen Perkebunan, 2008).

2.1.3. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Tebu
Perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2012 menempati luas area 461.082 ha. Perkebunan tersebut tersebar di berbagai wilayah. Tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Pengolahan tebu menjadi gula menyisakan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Berdasarkan data statistik Dirjen Perkebunan RI produksi tebu tahun 2012 adalah 2.438.198 ton/ha, bila jumlah produksi gula yang dihasilkan 7.0% maka jumlah limbah hasil pengolahan tebu dapat dihitung dengan komposisi rata-rata sebagaimana tercantum pada Tabel 9.   

Tabel 9. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah tebu Indonesia berdasarkan jumlah produksi gula tebu pertahun (tahun 2012).
Jenis
Estimasi potensi (%) *)
Jumlah (ton/tahun)**)
Gula
7.0
170.673,86
Tetes
4.5
109.718,91
Ampas (bagasse)
32
780.223,36
Blotong
3.5
85.336,93
Abu
0.1
2.438,19
Limbah cair
52,9
1.289.806,74
Sumber: *) Syafrudin & Astuti (2005)
   **) Dirjen Perkebunan RI 2013

Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula, dengan produksi 32 % tebu yang digiling. Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk pendamping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar ketel untuk keperluan proses memproduksi energy. Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan mengalami fermentasi yang menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan mencapai 94oC akan terjadi kebakaran spontan (Yuliani dan Nugraheni, 2010).
Ampas tebu (bagasse) merupakan sisa bagian batang tebu dalam proses ekstraksi tebu yang memiliki kadar air berkisar 46-52%, kadar serat 43-52% dan padatan terlarut sekitar 2-6%. Komposisi kimia ampas tebu meliputi : zat arang atau karbon (C) 23,7 %, hidrogen (H) 2 %, oksigen (O) 20 %, air (H2O) 50 % dan gula 3% ( Adriyanti et. Al, 2012).
Blotong dan abu ketel merupakan limbah padat sisa pengolahan tebu pada pabrik gula yang memiliki jumlah paling tinggi dibandingkan limbah lainnya. Limbah ini memiliki unsur hara makro dan mikro yang relatif tinggi terutama P, Ca, N dan Mg. unsur-unsur ini esensial bagi tanaman. Komposisi blotong dan abu ketel dapat dilihat pada Tabel 10.




Tabel 10. Komposisi unsur yang terkandung pada blotong dan abu ketel limbah pengolahan tebu
Unsur
Jenis Bahan
Blotong
Abu Ketel
N (%)
1,45
0,05
P2O5 (%)
4,17
0,57
K2O (%)
0,65
0,54
CaO (%)
4,28
2,27
MgO (%)
0,55
1,22
C/ Organik (%)
34,31
1,82
C/ N (%)
24,00
36,4
Na2O (%
-
0,18
Fe (%)
-
0.83
Mn (ppm)
-
155,00
Cu (ppm)
-
37,00
Zn (ppm)
-
72,00
SO4 (%)
-
0,32
Air 105ºC (%)
-
81,82
Sumber: Data Sekunder , 2005 dalam  Syafrudin & Astuti (2007)
Blotong atau disebut filter cake atau filter press mud adalah limbah industri yang dihasilkan oleh pabrik gula dari proses klarifikasi nira tebu. Penumpukan bahan tersebut dalam jumlah besar akan menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan.  Blotong mengandung bahan koloid organik yang terdispersi dalam nira tebu dan bercampur dengan anion-anion organik dan anorganik (Prasad, 1976 dalam Muhsin 2011). Blotong sebagian besar terdiri dari serat-serat tebu dan merupakan sumber unsur organik yang sangat penting untuk pembentukan humus tanah. Kandungan Hara kompos blotong berdasarkan penelitian Syafrudin dan Astuti (2007) yaitu N 1,37%; P2O5 1,81%; K2O 2,22%; Fe 0,49%; Ca 2,56%; MgO 0,53%; Mn 0,03%; pH 7,1; Zn 80,99 ppm; Cu 44,01 ppm; C organic 16,48%; C/N ratio 12,03 %.
Blotong memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik, karena komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula (Sadar, et al 2011), total abu, SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya, bergantung pada pola produksi dan asal tebu (Rifa’I, 2009 dalam Muhsin 2011). Produksi blotong sekitar 3,8 % tebu. Blotong dapat meningkatkan jumlah ruang pori tanah, berat isi tanah dan memperbesar jumlah air tersedia dalam tanah (Santoso & Jayadheva, 1989 dalam Muhsin 2011).  
Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 % tebu yang digiling. Tetes tebu sebagai produk pendamping karena sebagian besar dipakai sebagai bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan untuk komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini dibutuhkan kandungan gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes tebu yang dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang mengalami kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya, tangki tidak cukup menampung karena tetes kurang laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan dalam penyimpanan di tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi (Yuliani dan Nugraheni, 2010).

2.1.4. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Kakao
Berdasarkan data Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi kakao mencapai 833.310 ton/ha. Jumlah biji yang dihasilkan 24 % (Nasrullah dan A. Ella, 1993) sehingga jumlah limbah hasil pengolahan kakao dapat perkirakan sebagaimana disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kakao Perkebunan Besar Indonesia   berdasarkan jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012)
Jenis
Estimasi potensi (%)*)
Jumlah (ton/tahun)**)
Buah segar
100
833.310
Biji
24
199.994,4
Kulit buah
74
616.649,4
Kulit biji
 2
16.666,2
Sumber: *) Nasrullah dan A. Ella, 1993
   **) Dirjen Perkebunan RI 2013

Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya atau biasa disebut pod kakao, yaitu sebesar 74 % dari total buah. Apabila limbah pod kakao ini tidak ditangani secara serius maka akan menimbulkan masalah lingkungan. Pod kakao merupakan limbah lignoselulosik yang mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa. Lignoselulosa merupakan serat kasar yang memiliki komponen energi terbesar pada limbah. Limbah lignoselulosik dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol, sehingga menghindari persaingan dengan bahan pangan. Hasil penelitian Ashadi (1998) menunjukkan bahwa serat kasar pod kakao mengandung 20.11 % lignin, 31.25 % selulosa, dan 48.64 % hemiselulosa.
Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara kalium dan nitrogen. Dilaporkan bahwa 61% dari total buah kakao disimpan di dalam kulit buah. Penelitian yang dilakukan oleh Goenadi et.al (2000) dalam Isroi 2007 menunjukkan bahwa kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1.81 % N, 26.61 % C-organik, 0.31% P2O5, 6.08% K2O, 1.22% CaO, 1.37 % MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK.

2.2. Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan sebagai Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organic tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan Nomor 70,  2011). Menurut Crawford 2003 dalam Isroi 2007, pupuk organik atau kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat   secara   artifisial   oleh   populasi   berbagai   macam   mikroba   dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.  Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Pupuk organik ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Pupuk organik akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Pupuk organik memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia (Isroi, 2007).
Limbah industri perkebunan baik yang bersifat padat dan cair sangat berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami yaitu pupuk organik. Limbah-limbah tersebut mengandung bahan organik yang tinggi. Baon et al. 2005 dalam Isroi 2007 melaporkan bahwa rendahnya kandungan bahan organik tanah di perkebunan kopi dan kakao disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penambahan dan hilangnya bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam tanah.
Oleh karena itu pengomposan bisa menjadi metode yang cocok untuk mengkonversi limbah menjadi pupuk organik yang dapat digunakan media tumbuh. Pengomposan limbah biomassa harus dilakukan untuk menghindari pengaruh negatif limbah tersebut terhadap tanaman akibat nisbah C/N bahan yang tinggi, di samping untuk mengurangi volume bahan agar memudahkan dalam aplikasi serta menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan. Laju pengomposan tergantung pada ukuran partikel, kandungan lengas bahan, pengadukan, aerasi dan volume tumpukan (Baon  et al. 2005 dalam Dirjen Perkebunan 2008).
Campuran kulit biji kakao+kulit pisang (1:1) yang diaplikasikan pada tanah yang tercemar minyak bumi bermanfaat sebagai biostimulasi mikroba pendegradasi total hidrokarbon  minyak bumi di dalam tanah yang tercemar (Agbor, et. al, 2011). Gabungan kulit biji kakao dan kotoran ayam dalam ternyata mampu meningkatkan. pertumbuhan dan produksi mentimun hal ini karena kulit biji kakao sebagai sumber potasium (0.46 me/100g soil) yang baik untuk produksi tanaman. (Agyarko dan Asiedu, 2012)

2.2.1. Limbah Padat
Sebagian besar limbah padat industri perkebunan seperti kulit buah kakao, kulit buah kopi, kelapa sawit, blotong serta ampas tebu sangat berpotensi untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami. Limbah kulit buah kakao tersebut merupakan sumber bahan baku (biomassa) yang sangat potensial sebagai sumber bahan baku pupuk organik (Sri Mulato et al., 2005 dalam Dirjen Perkebunan, 2008).
 Limbah kulit buah kopi telah hancur memiliki kandungan 1,88 % N; 2,04% K;0,53% Ca dan 0,39 % Mg (Trisilawati dan Gusmaini 1999 dalam Sudiarto dan Gusmaini 2004). Kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg.
Menurut Sarwono 2008, Tandan Kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi pupuk karena kandungan unsur nitrogen 1,5%, phospat 0,5 % kalium 7.3% dan Magnesium 0.9 %. Hasil penelitian Sudirman (2011) menunjukkan bahwa TKS dapat digunakan sebagai substrat produksi jamur tiram dengan efisiensi biologis yang mencapai 152%.
Bahan kompos akhir dari blotong dan ampas tebu cocok untuk digunakan karena mengandung karakteristik dari pH, fitotoksisitas rendah, dan cenderung bebas dari patogen karena suhu tinggi, kedua kompos merupakan sumber nutrisi yang baik untuk tanaman seperti N (1,6-1,8%), P (1,2%), K (0,5%), Ca (10%) dan Mg (0,5%). (Meunchang, 2004).  Kompos dari ampas tebu juga berpotensi sebagai media tumbuh untuk budidaya tanaman selada karena meningkatkan meningkatkan konsentrasi hara N, P, K, Mg, Ca, Cu, Mn, Zn, dan Pb  (Jayasinghe, 2012)

2.2.2. Limbah Cair
Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan 215 mg/l.  Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah) ke areal tanam (Dirjen Perkebunan, 2008).
 Menurut Loebis dan Tobing 1989 dalam Widhiastuti et al. 2006, limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi seperti N, P, K, Mg, dan Ca, sehingga limbah cair tersebut berpeluang untuk digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit, di samping memberikan kelembaban tanah, juga dapat meningkatkan sifat fisik–kimia tanah, serta dapat meningkatkan status hara tanah. Whidiastuti et al. (2006) melakukan penelitian di perkebunan kelapa sawit PT Tapian Nadenggan SMART  Group, Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara yang sejak tahun 1990 telah mengaplikasikan LPKS-nya ke areal perkebunan. Aplikasi LPKS ke areal perkebunan diambil dari kolam anaerob dengan sistem flat beds. Aplikasi LPKS secara flat beds, yaitu aplikasi limbah cair dengan teknik parit bersekat. Pembuatan konstruksi dibuat di gawangan mati, di antara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit dengan kemiringan tertentu. Limbah cair dipompakan dari kolam limbah ke bak penampungan (bak distribusi) yang berada di areal paling atas, setelah itu dialirkan ke masing-masing flat beds hingga flat beds terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan LPKS dapat berfungsi sebagai pupuk organik dengan meningkatkan sifat fisik–kimia tanah, biodiversitas tanah, menurunkan kehadiran gulma penting pada perkebunan kelapa sawit, dan meningkatkan total bakteri tanah.
Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama N dan K, bahan organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit   mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6-0,7 ton limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter (Dirjen Perkebunan, 2008).

2.3. Penggunaan Limbah Industri Perkebunan Lainnya
2.3.1. Pakan Ternak
 Limbah industri perkebunan kelapa sawit, kopi, tebu dan kakao dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah hasil pengolahan kelapa sawit mengandung serat kasar yang tinggi, namun kandungan protein kasar lumpur sawit dan bungkil kelapa sawit secara berurutan yaitu 14,58 % BK dan 16,33 % BK, yang potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Pemanfaatan limbah pengolahan hasil kelapa sawit sebagai ransum komplit (100%) ataupun sebagai pakan penguat lainnya telah banyak dilakukan untuk ternak ruminansia. Wong dan Zahari (1992)   dalam Indrianingsih et al., 2005, menyampaikan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan 50% untuk sapi dan 30% untuk domba .
Limbah sumber serat dari tebu (pucuk, bagas dan pith) dapat digunakan sebagai komponen pakan ternak bila disertai beberapa perlakuan untuk menaikkan kecernaan dan konsumsi oleh ternak, dan/atau suplementasi dengan bahan lain untuk menyeimbangkan ketersediaan zat-zat makanan di dalam rumen maupun untuk tujuan produksil (Kuswandi, 2007). Hasil ikutan tanaman tebu merupakan pakan sumber serat atau energi, adalah daun tebu, ampas tebu (bagase), blotong (kotoran yang terpisah saat penapisan nira tebu) dan tetes (molases) ( Mariyono dan Krishna, 2009).
Bagas merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah karena mengandung kadar lignoselulosa yang tinggi. Intake bagas dapat ditingkatkan bila dicampur dengan 55% molases dalam ransumnya. Karena bagas merupakan bahan pembawa yang baik untuk molases, maka ransum ini akan sangat bermanfaat bila diberikan kepada ternak pada level optimum sekitar 20–30% konsentrasi ransum. Nilai nutrisi bagas dapat ditingkatkan dengan perlakuan alkali atau pemanasan, sehingga karbohidrat mudah dicerna oleh ternak (ILCA, 1979 dalam Indrianingsih et al. 2005)
Molases adalah tetes tebu yang umumnya digunakan sebagai sumber energi dan untuk meningkatkan palatibilitas pakan basal, meningkatkan kandungan mineral Ca, P dan S, atau sebagai perekat dalam pembuatan pelet. Molases dapat memberikan hingga 80% energi metabolisibel untuk sapi potong dan pertambahan berat badan harian antara 0,7–0,9/kg/hari pada saat persediaan rumput terbatas.
Kulit buah coklat mengandung kadar protein kasar (6 – 12%) sedikit lebih tinggi dari jerami padi, tetapi hampir setara dengan rumput. Kandungan serat kasar dalam kulit buah coklat memiliki kadar selulosa (27–31%) dan hemiselulosa (10–13%) yang lebih rendah daripada jerami padi. Sementara itu, kadar lignin berkisar antara 12 – 19% lebih tinggi 2 – 3 kalinya dibandingkan dengan jerami padi (6%). Secara umum tingkat kecernaan kulit buah cokelat lebih rendah dibandingkan dengan jerami padi.
Limbah kulit kopi mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pakan ayam, berdasarkan analisis input-output usaha, ditunjukkkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pembesaran ayam selama 60 hari dengan pakan kontrol dan pakan yang mengandung 5% limbah kulit kopi adalah Rp. 1.401/ekor dan Rp. 1.345/ekor (Muryanto, 2005)
Dalam memanfaatkan limbah hasil perkebunan sebagai pakan ternak, seleksi jenis limbah tanaman perlu dilakukan untuk mengurangi efek samping terhadap kesehatan ternak dan keamanan produknya. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu mutu nutrisi pakan perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi didalam tanaman dan cemaran berbahaya pada tanaman. Peningkatan mutu limbah hasil perkebunan sebagai pakan ternak umumnya dilakukan melalui pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah pertanian dan perkebunan diberikan kepada ternak, yang secara garis besarnya terdiri dari:
·      Perlakuan fisik: pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil, penggilingan, pemanasan, perendaman, pengeringan atau penyinaran.
·      Perlakuan kimia: dengan penambahan basa, asam dan oksidasi seperti penambahan NaOH, Ca(OH)2, ammonium hidroksida, gas klor dan sulfur dioksida.
·      Perlakuan biologi: melalui pengomposan, fermentasi, penambahan enzim, atau menumbuhkan jamur dan bakteri.
·      Kombinasi diantara ketiga perlakuan tersebut diatas. 

2.3.2. Arang Aktif
Cangkang atau tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif.  Pengolahan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif adalah salah satu cara mudah untuk menambah nilai ekonomis.  Pemanfaatan arang aktif dalam bidang industri sangat banyak, diantaranya sebagai desulfurisasi pada pemurnian gas dan pengolahan LNG, bahan pembantu proses penyaringan dan lain-lain. 
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan arang aktif. Arang aktif atau karbon aktif adalah karbon dengan struktur amorf yang dengan perlakuan khusus akan memiliki luas permukaan yang besar sehingga memiliki kemampuan penyerapan lebih besar dibandingkan dengan arang biasa. Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organic maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur berpori (Ditjen PPHP, Deptan, 2006).

Kualitas arang aktif tergantung pada proses karbonisasi dan proses aktivasi. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa aktifator yang dipakai adalah H3PO4 dengan konsentrasi 1, 3, 5, 7 dan 9 %, dan waktu perendaman 16, 18, 20, 22, dan 24 jam.  Penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil terbaik yaitu pada suhu karbonisasi 400oC selama 0,5 jam, waktu perendaman 22 jam dan konsentrasi aktifator 9 %, menghasilkan arang aktif dengan kondisi: Kadar air  ; 7,36 %, Kadar abu ;   2,77 %, Volatile Matter ; 8,21 %, Daya serap Iodine (Kurniati, 2008).

2.3.3. Papan Partikel
Sabut kelapa sawit bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan papan partikel yang berarti bisa mengatasi pembuangan limbah sabut kelapa sawit sekaligus memberikan nilai tambah secara ekonomi. Minyak yang terdapat pada sabut kelapa sawit dapat mengganggu proses perekatan dalam pembuatan papan partikel. Oleh karena itu kadar minyak harus dikurangi seminimal mungkin. Pengurangan kadar minyak dapat dilakukan dengan memasak sabut kelapa sawit dalam larutan NaOH 10% selama 1 jam (Ditjen PPHP Deptan, 2006).

2.3.4. Pulp
Pemanfaatan sabut kelapa sawit merupakan alternatif bahan baku pabrik kertas untuk menghasilkan kertas HVS, doorslag, karton, duplicator/cycto style, dll (Ditjen PPHP Deptan, 2006). Kulit buah kakao (Shel fod Husk) merupakan hasil samping (limbah) dari agrobisnis pemrosesan biji coklat yang sangat potensial untuk dijadikan salah satu Pulp. Pulp adalah bahan sellulosa yang dapat diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon, cellulosa asetat dan turunan cellulosa yang lain. Kulit buah kakao mengandung bahan kering 88%, protein kasar 8%, dan serat kasar 40,1%. Syarat–syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni berserat, kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %, kadar ligninnya kurang dari 25 %, kadar air maksimal 10 %, dan memiliki kadar abu yang kecil.

2.3.5 Bahan Pembuat Nata
Limbah industri kakao dalam bentuk cairan pulp dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan nata de cacao. Diperlukan pengenceran dan penjernihan dengan menggunakan arang aktif sebelum digunakan sebagai media fermentasi nata. Terdapat interaksi nyata (α = 0,05) antar perlakuan konsentrasi arang aktif dan pengenceran pada tingkat kekeruhan dan warna kuning cairan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi arang aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Perlakuan konsentrasi sukrosa dan (NH4)2SO4 memengaruhi secara nyata terhadap ketebalan, rendemen, kadar serat, kadar air dan tekstur nata, namun interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter-parameter tersebut. Perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)SO4 0,4% (Yunianta, 2010).
Menurut Suwarda (2012), cara pembuatan nata de cacao adalah sebagai berikut:
Nata de cacao dapat diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri kecil. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan nata de cacao adalah starter nata (A. xylinum), pulpa yang telah diencerkan, gula pasir, khamir/yeast, urea, asam cuka (untuk mengatur keasaman media), dan air bersih. Alat dan perlengkapan yang diperlukan adalah kain saring, timbangan, gelas ukur, wadah fermentasi, kertas koran, karet gelang, baskom, panci perebus, kayu pengaduk, kompor, pisau, talenan, pH-meter, serta rak atau meja untuk menempatkan wadah fermentasi. Kondisi yang ideal untuk pertumbuhan mikroba nata adalah pada pH media 4-6 dengan suhu 30-35°C. Ruang dan alat yang digunakan untuk proses fermentasi harus bersih dan kering. Pembersihan atau sterilisasi ruang dan alat dapat menggunakan alkohol atau asam cuka pekat. Secara umum, proses pembuatan nata de cacao dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Pembuatan Nata De Cacao

Pulpa diencerkan dengan menambahkan air dengan perbandingan 1 bagian pulpa dan 19 bagian air atau pengenceran 20 kali. Cairan pulpa hasil pengenceran kemudian diaduk, disaring, dan dicampur dengan bahan lain, yaitu gula pasir, khamir/yeast, urea, dan asam cuka kemudian direbus sambil diaduk. Jika telah mendidih, media dimasukkan ke dalam wadah fermentasi dengan kedalaman sekitar 3 cm lalu segera ditutup dengan kertas koran. Setelah suhu media mencapai suhu ruang (30-35°C), starter nata diinokulasikan ke dalam media sebanyak 5% dari volume media, lalu botol starter dan wadah fermentasi segera ditutup kembali. Proses fermentasi berlangsung selama 8-12 hari dengan ketebalan nata yang diperoleh sekitar 1-1,5 cm. Setelah 8-12 hari, lapisan nata yang terbentuk diambil kemudian dicuci dan direndam dalam air bersih selama satu malam. Air rendaman lalu dibuang dan nata dipotong-potong seukuran dadu atau sesuai selera. Potongan nata direbus dalam air hingga tiga kali atau sampai air rebusan tidak asam lagi. Nata yang telah netral kemudian direbus dalam air gula (20- 30%) dan selanjutnya dapat langsung dikonsumsi. Untuk memberi variasi rasa dan aroma pada nata de cacao, air gula dapat ditambah pencita rasa seperti vanili atau daun pandan, atau dapat pula diganti dengan air sirup

2.3.6. Bahan Bakar Alternatif
Biomassa yang sangat potensial untuk bahan baku bioenergi di Indonesia berasal dari minyak sawit yang dapat digunakan  sebagai bahan baku dari sumber bahan bakar alternatif termasuk bio oil, bioethanol, biometana, biopellet, biobriquette (Tiwari, 2011), dan pembangkit listrik biomassa. (Hambali, et al 2010). biofuel  (Yang, et al 2006)
Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum). Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Tingginya kandungan gula dalam molase sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Dari 1000 Kg molases terkandung 450–520 Kg gula yang bisa menghasilkan 250 L etanol. Perbandingan hasil biomassa dengan bioetanol adalah 4 : 1. Dari hitung–hitung biaya produksi oleh orang yang berkecimpung dibidang pengembangan bahan bakar bioetanol, pengembangan bioetanol berbahan baku molases bisa didapatkan tingkat keuntungan sampai 24%, lebih tinggi dari bioetanol berbahan baku singkong yang tingkat keuntungannya hanya mencapai 19% (Yumaiha dan Aini, 2010).
Penelitian pembuatan bioetanol dari kulit kopi dengan proses fermentasi dapat disimpulkan bahwa: kulit kopi dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan bioetanol dengan proses hidrolisis dan fermentasi. Kulit kopi yang mengandung selulosa sebesar 49,87 %, setelah di hidrolisis menggunakan katalis HCl  konsentrasi 20 % (v/v) menghasilkan glukosa dengan kadar 10,04 %. Proses fermentasi pada penambahan starter 11 % dan waktu fermentasi 7 hari menghasilkan bioetanol berkadar 9,04 %. Pada proses fermentasi ini bakteri Zymomonas mobilis  mampu mengkonversi glukosa sebesar 97,99 %, dan  yield etanol diperoleh sebesar 51,02 %. Proses destilasi yang dilakukan selama 8 jam menghasilkan bioetanol dengan kadar 38,68 % (Siswati et al., 2010).

2.3.7 Polymer Superabsorben
Pada saat ini telah dikembangkan suatu polimer superabsorben dari bahan ampas tebu yang dapat mengabsorpsi air dan mempunyai daya serap sampai ratusan kali lipat dibandingkan berat polimernya. Polimer superabsorben dapat digunakan sebagai soil conditioner yang berfungsi untuk penyerap dan penyimpan air tanah, pemberi nutrisi bagi tanaman, dan dapat memperbaiki sifat tanah. Selulosa dari ampas tebu dapat diekstraksi dengan menggunakan larutan NaOH 15 % dan HCl 0,1 M pada suhu didih larutan. Campuran selulosa (ampas tebu) dan Poliakrilamida (PAM) dapat
 dibuat menjadi polimer superabsorbent (PCS) dengan metode grafting menggunakan radiasi pengion dari Mesin Berkas Elektron (MBE) 350 keV/10 mA (Andriyanti, et al. 2012).

2.3.8.  Pengendali Pencemaran
Biostimulation mikroba pendegradasi tanah tercemar minyak mentah menggunakan kulit biji kakao dan kulit pisang menunjukkan bahwa pod kakao sekam+kulit pisang (1:1) memiliki lebih memanfaatkan potensi bio-dari amandemen lainnya dan dengan demikian menunjukkan bahwa Bentuk gabungan dari limbah ini harus dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan terbaik dalam degradasi total minyak bumi hidrokarbon di dalam tanah (Agbor, et. al, 2011).





BAB III
PENUTUP

Perkebunan yang dijalankan sebagai roda penggerak ekonomi masyarakat petani maupun dalam skala industri menghasilkan berbagai produk dan sejumlah besar  limbah baik yang berupa limbah padat maupun cair, yang mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Limbah yang dihasilkan dari industria perkebunan secara umum masih memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Pengelolaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi air tanah melalui pencucian atau melalui air limpasannya. Praktek manajemen limbah yang tidak tepat juga dapat menimbulkan masalah soaial lainnya. Oleh karena itu, manajemen lingkungan harus menempatkan penekanan terbesar dalam minimisasi limbah di sumber atau dengan daur ulang. Kompos merupakan salah satu metode alternatif untuk pengelolaan limbah dari industry perkebunan.
Industri tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, tebu dan kopi menghasilkan limbah. Pengelolaan limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam bentuk lain yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk organik bagi tanaman, sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai papan partikel, sebagai biogas, bahkan masih banyak bentuk pemanfaatan lainnya









DAFTAR PUSTAKA

Agbor, R. B, Ekpo, I. A. Osuagwu A.N., Udofia, U.U Okpako E.C and Antai, S.P. 2012. Biostimulation of microbial degradation of crude oil polluted soil using cocoa pod husk and plantain peels. J. Microbiol. Biotech. Res. 2 (3):464-469.
Agyarko K and E. K. Asiedu. 2012. Cocoa Pod Husk and Poultry Manure on Soil Nutrients and Cucumber Growth. Advances in Environmental Biology, 6(11): 2870-2874.
Andriyanti W., Suyanti, Ngasifudin, 2012, Pembuatan Dan Karakterisasi Polimer Superabsorben Dari Ampas Tebu, Volume 13, Januari.
Dirjen Perkebunan. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi Pupuk Organik. http://www.google.com. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kakao Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kopi Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Tebu Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kakao Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kopi Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Tebu Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 2008-2012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen PPHP Deptan. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Jakarta.
Hambali Erliza, Thahar Arfie, Komarudin Aan. 2010. The Potential Of Oil Palm And Rice Biomass As Bioenergy Feedstock. 7th Biomass Asia Workshop, November 29 – December 01, Jakarta, Indonesia
Harsini, T. dan Susilowati. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dari Limbah Perkebunan Kakao sebagai Bahan Baku Pulp Dengan Proses Organosolv. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 2 (2).
Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani. 2005. Limbah Pertanian dan Perkebunan sebagai Pakan Ternak: Kendala dan Prospeknya. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar.
Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Kakao. Materi disampaikan pada acara Pelatihan TOT Budidaya Kopi dan Kakao Staf, Jember, 25 – 30 Juni http://www.isroi.org. Diakses 20 April 2013.
Jayasinghe G. Y. 2012. Sugarcane bagasses sewage sludge compost as a plant growth substrate and an option for waste management. Clean Techn Environ Policy. 14: 625–632
Kuswandi, 2007. Teknologi Pakan Untuk Limbah Tebu (Fraksi Serat) Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa. 17 (2).
Kurniati, E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Ilmu Teknik. 8 (2): 96-103
Londra, M. dan Andri, K. B. 2002. Potensi Pemanfaatan Limbah Kopi untuk Pakan Penggemukan kambing Peranakan Etawah. Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5.
Mariyono dan Krishna, N.H. 2009. Pemanfaatan dan Keterbatasan Hasil Ikutan Pertanian serta Strategi Pemberian Pakan Berbasis Limbah Pertanian Untuk Sapi Potong. Wartazoa. 19 (1).
Meunchang, Sompong , Panichsakpatana Supamard, Weaver Richard W. 2004. Co-composting of filter cake and bagasse; by-products from a sugar mill. Bioresource Technology. 96: 437–442.
Muhsin, A. 2011. Pemanfaatan Limbah Hasil Pengolahan Pabrik Tebu Blotong Menjadi Pupuk Organik. Industrial Engineering Conference 2011, 5 November 2011.
Murni, R., Suparjo, Akmal, Ginting B. I. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Buku Ajar. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas peternakan Universitas Jambi. http/www.Jojo66.filesword press-com. Diakses 25 april 2013.
Muryanto, U. Nuschati, D. Pramono dan T. Prasetyo. 2005. Potensi Limbah Kulit Kopi Sebagai Pakan Ayam. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdaya Saing.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70. 2011 Tahun 2011. Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta.
Sardar Suneela, Ilyas Suhaib Umer, Malik Shahid Raza and Javaid Kashif, 2011. Compost Fertilizer production from Sugar Press Mud (SPM). Department of Chemical Engineering, NFC-Institute of Engineering & Fertilizer Research, Faisalabad 38090, Pakistan.
Siswati, N. D., M. Yatim dan R. Hidayan. 2010. Bioetanol dari Limbah Kulit Kopi Dengan Proses Fermentasi.
Sudiarto dan Gusmaini. 2004. Pemanfaatan Bahan Organik Insitu Untuk Efisiensi Budi Daya Jahe Yang Berkelanjutan. Jurnal Litbang Pertanian. 23(2).
Sudirman, Lisdar I., Sutrisna Aditya, Listiyowati, Sri, Fadli Lukman, Tarigan Balaman.2011. The Potency Of Oil Palm Plantation Wastes For Mushroom Production. Proceedings of the 7th International Conference on Mushroom Biology and Mushroom Products (ICMBMP7).
Sudiyani, Yanni, Sembiring, Kiky C, Hendarsyah,  Hendris dan A. Syarifah. 2010. Alkaline pretreatment and enzymatic saccharification of oil palm empty fruit bunch fiber for ethanol production. Menara Perkebunan. 78 (2): 70-74.
Suwarda, R. 2012. Nata de Cocoa: Yang Terbuang yang Menyehatkan. BBTP Maluku, Badan Litbang Pertanian-Kementrian Pertanian-republik Indonesia. http://maluku.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=314&Itemid=5. Diakses 22 Mei 2013
Syafrudin dan Astutui, A. D. 2007. Studi pengelolaan limbah pabrik gula (studi kasus pabrik gula PT. Kebon Agung di Trangkil Pati. Jurnal Presipitasi. 2 (1).
Tiwari Chesta, 2012. Production fuel briquettes from sugarcane waste. EWB-UK National Research & Education Conference ‘Our Global Future’.
Widhiastuti, R., D. Suryanto.,Mukhlis dan H.Wahyuningsih. 2006. Pengaruh Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Pupuk terhadap Biodiversitas Tanah. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura. 41 (1): 1-8.
Yang Haiping, Yan Rong, Liang David Tee, Chen Hanping and Zheng Chuguang. 2006. Pvrolysis of Palm Oil Wastes for Biofuel Production. As. J. Energy Env.  7 (02): 315-323.
Yuliani, F dan F. Nugraheni. Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) Arang Ampas Tebu dan Limbah Ternak.
Yumaihana dan Q. Aini. Pembinaan Petani Tebu Melalui Teknologi Pembuatan Bioetanol dari Molases dan Tebu.
Yunianta. 2010. Limbah Cair Industri Kakao sebagai Bahan Pembuat Nata. Jurnal Teknik Industri. 11 (1): 31–3.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004. 2004. Tentang Perkebunan. Jakarta.

No comments:

Post a Comment